MEWASPADAI GERAK GERIK SANG PENGGEREK BATANG JAGUNG

Penggerek batang merupakan salah satu hama utama tanaman jagung yang menjadi momok bagi para petani di kawasan Asia. Bagaimana tidak, hama utama pada tanaman jagung itu mampu merusak sekaligus menghilangkan potensi hasil yang ada hingga 80%.

Nama ilmiahnya adalah Ostrinia furnacalis Guenee, dari kerabat Noctuidae, itulah hama penggerek batang pada tanaman jagung. Hama ini menjadi salah satu hama utama pada pertanaman jagung karena dampak yang bisa ditimbulkannya cukup merugikan bagi para petani. Tingkat kerusakan dan kehilangan hasil (loss yields) yang diakibatkannya bisa mencapai 80%.

Tingginya kerusakan hasil yang ditimbulkan tersebut karena titik serangnya bukan hanya pada bagian tertentu saja, namun hampir di semua bagian tanaman jagung bisa menjadi incarannya. Selain itu, hama ini juga menyerang pada semua fase pertumbuhan tanaman jagung.

Lantaran yang diserang adalah hampir semua bagian tanaman, maka gejala serangannya bisa dilihat di bagian daun, batang, bunga, dan juga tongkol. Dampak serangan larvanya memiliki ciri khas yang bisa diamati langsung dengan mata telanjang, yaitu: adanya lubang kecil pada daun, adanya lubang bekas gerekan pada batang, bunga jantan, atau pangkal tongkol. Akibat gerekan tersebut batang dan dan bunga jantan menjadi mudah patah, adanya tumpukan bunga jantan yang rusak, dan rusaknya tongkol jagung.

Serangan serangga ini dimulai saat tanaman jagung berumur dua minggu, dimana imagonya mulai meletakkan telur pada bagian-bagian tanaman. Puncak peletakan telur itu sendiri terjadi pada stadia pembentukan bunga jantan hingga keluarnya bunga jantan.

Yang menarik, ngengat betina hama ini lebih suka meletakkan telur-telurnya di bawah permukaan daun, utamanya pada daun ke-5 hingga daun ke-9. Seekor ngengat betina mampu meletakkan telurnya sebanyak 300 – 500 butir. Jumlah telur yang diletakkan pada daun pun beragam di antara masing-masing kelompok, yaitu berkisar antara 30 hingga 50 butir, bahkan ada yang lebih dari 90 butir. Umur telurnya sendiri berkisar antara 3 hingga 4 hari.

Intensitas serangan hama penggerek batang mulai parah tatkala telur-telur tersebut menetas dan berubah menjadi larva. Pada fase inilah tingkat kerusakan dan kehilangan hasil terbesar terjadi. Larva yang berwarna putih itu akan langsung mencari makanan di semua bagian tanaman jagung. Biasanya larva muda akan memakan bagian alur bunga jantan, dan setelah memasuki fase instar, larva yang memiliki umur 17 – 30 hari itu akan mulai menggerek batang jagung.

Selain tanaman jagung, serangga Ostrinia furnacalis Guenee juga memiliki inang lain, yaitu sorgum, kedelai, mangga, okra, tomat, tembakau, lada, kapas, jahe, dan rumput-rumputan. Pengendalian terpadu Untuk mengendalikan hama Ostrinia furnacalis Guenee diperlukan langkah terpadu yang tepat, karena serangannya ber-fluktuasi dari waktu ke waktu. Mengatur waktu tanam bisa menjadi salah satu alternatif untuk menghindari serangan hama ini. Waktu tanam yang baik adalah pada awal musim hujan dan paling lambat empat minggu sesudah mulai musim hujan.

Selain itu, pola tanam tumpang sari antara jagung dengan kedelai atau kacang tanah juga bisa mengurangi serangan dan kerusakan yang ditimbulkan hama ini. Pemotongan sebagian bunga jantan, yaitu empat baris dari enam baris tanaman, juga mampu mengurangi serangan. Pasalnya, dari hasil sebuah penelitian yang dilakukan Nafus dan Schreiner  menunjukkan bahwa 40 – 70% larva berada pada bunga jantan.

Pemanfaatan musuh alami juga bisa dilakukan untuk mengendalikan serangan Ostrinia furnacalis Guenee. Beberapa musuh alami yang bisa digunakan adalah: parasitoid Trichogramma spp. yang mampu memarasit telur, bakteri Bacillus thuringiensis Kurstaki untuk mengendalikan larva, dan predator Euborellia annulata yang mampu memangsa larva dan pupaOstrinia furnacalis Guenee.

Sedangkan untuk pengendalian secara kimiawi, bisa menggunakan insektisida berbahan aktif triazofos seperti Raydent 200EC, dan karbosulfan seperti Matrix 200EC yang cukup efektif untuk menekan serangan hama ini.

Selain itu, menurut General Manager Market Development PT. Tanindo Intertraco Mudjahiddin, penyemprotan dengan menggunakan insektisida Trisula 450SL yang berbahan aktif monosultap juga bisa dilakukan. “Penyemprotan dilakukan sebelum memasuki masa berbunga, atau sekitar umur 40 hari setelah tanam,” ungkapnya.

Sementara itu, Market Development Corn Seed Manager PT. Tanindo Intertraco Doddy Wiratmoko mengatakan, penggunaan jagung hasil rekayasa genetika yang tahan serangan hama juga bisa menjadi solusi yang lebih praktis dan ekonomis. Misalnya adalah penggunaan jagung Bt yang telah disisipi oleh gen dari bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt), sehingga tanaman jagung lebih tahan dari serangan hama, termasuk dari serangan penggerek batang.

Di sejumlah negara produsen jagung dunia seperti Amerika Serikat, penggunaan jagung Bt sudah sangat lazim diterapkan para petani. Pada tahun 2006, dari 54,6 juta ha areal tanaman transgenik, 17,9 juta ha di antaranya ditanami jagung Bt.

Bahkan beberapa negara di kawasan Asia, seperti Filipina, penanaman jagung Bt oleh petani sudah mulai banyak. Hingga tahun 2006 saja, luas penanamannya sekitar 200 ribu hektar.

“Dengan menggunakan jagung Bt, hasil yang diperoleh petani bisa tetap tinggi karena bisa menekan kehilangan hasil akibat serangan hama, sekaligus bisa menghemat biaya produksi dan penggunaan pestisida secara langsung pada tanaman,” ujar Doddy. (AT : Vol. 13 No. 1 Edisi XLIV, Januari – Maret 2012)

Sumber http://www.tanindo.com

1 Comments

  1. Ping balik: Perlintan | GunCitorvum

Tinggalkan komentar